Agustus 05, 2010

RSBI di Tangsel Kemahalan?

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Kota Tangerang Selatan ternyata dikeluhkan karena sangat mahal dan tidak bisa diatasi oleh pemerintah setempat. Kalangan orang tua murid mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan terutama pada sekolah yang berembel-embel Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional (RSBI).

Menurut Taufik, warga Ciputat, setahun lalu saat anaknya masih duduk di bangku Kelas VII SMPN 4 Pamulang Permai, dirinya hanya membayar iuran Rp 400 ribu per bulan. Tapi kini, tanpa ada perundingan terjadi kenaikan uang bulanan menjadi Rp 500 ribu tanpa ada pemberitahuan.

Warga ini, yang mengandalkan penghasilannya dari berwiraswasta, meminta kepada pihak sekolah untuk transparan terhadap kenaikan biaya iuran bulanan ini. “Saya menilai pihak sekolah maupun komite sekolah tidak punya niat baik. Sepertinya, komite sekolah hanya berpihak pada kebijakan sekolah. Kredibilitas dan indepensinya komite sekolah perlu dipertanyakan?” lanjut Taufik.

Padahal, imbuh Taufik, ada beberapa anggaran yang dapat dipangkas karena kurang bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pendidikan. “Tapi mau protes bagaimana, bertemu dengan kepala sekolah saja susahnya minta ampun,” ujarnya.

Sayang wartawan tak berhasil melakukan konfirmasi ke pihak SMPN 4 Pamulang karena security di sana tidak mengizinkan masuk. “Bagian humas sedang berada di luar,” kata salah seorang petugas keamanan.

Selain SMPN 4 Pamulang, SMAN 3 Tangerang Selatan yang berlokasi Pamulang Permai 2, ini juga disebut-sebut sebagai salah satu sekolah termahal di Tangerang Selatan.

Pihak SMAN 3 mengakui status RSBI membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam menjalankan kegaitan pendidikan di sekolahnya. “Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, termasuk SMAN 3 Tangsel ini diperbolehkan memungut biaya,” ujar Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Suherman.

Biaya besar digunakan untuk pengadaan kursi, media pembelajaran, pendingin ruangan (AC), ICT, komputer, hingga tampilan kelas sesuai standar sekolah RSBI.

“Belum lagi, 30 persen guru harus S-2 dan bilingual. Ini berarti, perlu pemberdayaan para guru. Lantas kurikulumnya juga berstandar internasional. Kami mengadopsi kurikulum Cambridge, Australia. Ini kan semua perlu dana,” sambung Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Aan Sri Analiah.

“Kami bukan mempersoalkan biaya besar atau kecil tapi transparansi penggunaan biaya. Jadi, kami tidak sembarangan menggunakan biaya karena selalu diaudit oleh Direktorat Jenderal Pendidikan,” kata Suherman.

Dinas Pendidikan Kota Tangsel juga berpendapat bahwa biaya sekolah, memang mesti ditanggung oleh orang tua murid. Pemerintah pusat apalagi pemerintah daerah seperti Tangsel ini belum mampu membiayai seratus persen semua kebutuhan sekolah.

“Di Indonesia tidak ada sekolah gratis. Masa anaknya Bupati digratiskan? Gratis murni ini hanya diperuntukkan bagi siswa yang tidak mampu yang harus dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu dari RT/RW, Lurah setempat,” ujar Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Tangsel, Ngatmin Al Arif kepada wartawan.

Setiap sekolah wajib menyusun RKAS (Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah) dan RKAT (Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan) yang nantinya akan disahkan oleh Dinas Pendidikan.

“Menyusun rencana anggaran dalam satu tahun dapat saja, lalu kemudian pemasukannya dari mana? Ambil misalnya BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diberikan oleh pemerintah pusat. Setelah dikalkulasi, selalu ada kekurangan. Nah, kekurangan ini yang dibebankan kepada orang tua murid setelah ada musyawarah antara pihak sekolah dengan orang tua murid. Sehingga yang mampu menyumbang yang tidak mampu. Membantu siswa yang biayanya digratiskan tadi. Ini yang disebut dengan sekolah gratis. Jadi, sekolah gratis bukan berarti semua muridnya digratiskan,” sambung Ngatmin Al Arif.

Lebih lanjut Kabid Dikdas menjelaskan, “Biaya pendaftaran dan biaya operasional memang didanai oleh BOS. Yang tidak didanai, adalah dana investasi seperti uang gedung atau pembelian computer yang sudah sesuai dengan RKAS dan RKAT dan juga telah disetujui oleh Dinas Pendidikan,” katanya.

Saat disinggung tentang biaya masuk di SMPN 4 yang mencapai Rp 12,5 juta, Ngatmin Al Arif menolak untuk berkomentar. “Kalau SMPN 4 itu sudah ditangani langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Wali Kota. Pihak sekolah dan komite sudah dimintai konfirmasi. Silahkan tanya langsung kepada Kepala Dinas dan Pak Wali Kota. Itu merupakan sekolah RSBI,” imbuh Ngatmin Al Arif.

Di tempat terpisah, Kadis Pendidikan Pemprov Banten mengatakan kabupaten/kota mempunyai wewenang untuk menentukan besarnya biaya sekolah. “Biaya yang cukup besar memang diperbolehkan terutama bagi sekolah-sekolah berstatus RSBI. Pihak sekolah boleh menentukan besarnya biaya. Biaya pendidikan untuk RSBI yang mencapai puluhan juta itu, termasuk wajar,” ujar Eko Endang Koswara.

Ketua Komisi B DPRD Kota Tangsel mengakui biaya subsisdi dari pemerintah belum dapat menutupi kegiatan sekolah. “Saat ini kebutuhan biaya pendidikan Rp 90 ribjavascript:void(0)u per siswa sedangkan pemerintah hanya menanggung Rp 43 ribu. Jadi, memang ada kekurangan biaya yang cukup besar,” jelas Rommy Adhie Santoso.

Meski begitu, Rommy berharap pada 2012 nanti pendidikan Tangsel dapat digratiskan dengan meningkatkan pendapatan daerah (APBD) Kota Tangsel. (Aan Fery/Sage)

0 komentar:

suara anda:

ShoutMix chat widget

Pengunjung Ke:

Pengikut

Lorem Ipsum


  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP