Maret 03, 2010

UKM Center Banten, Siapa Berkepentingan?


Dengan raut yang agak kecewa, pagi itu Arifin mendatangi dapur Banten Ekspose. Setelah nyantai dan ngobrol ngidul ngaler, ia pun mulai berceloteh. Apalagi kalu bukan menceritakan pengalamannya mengunjungi UKM Center, sebuah lembaga yang digagas Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten, yang bermarkas di kawasan Pasar Induk Rau (PIR) Kota Serang.

Dari obrolan dengan warga Kota Serang tersebut, nampak jelas kekecewaannya dengan sejuta harapan dari terbetuknya UKM Center. Semula ia menduga, dengan mengunjungi gerai UKM Center tersebut, memperoleh sebuah informasi yang valid dan akurat menyangkut hal ihwal yang berkait dengan dinamikan usaha mikro kecil dan menengah di Provinsi Banten. Apalagi, ia merasa penasaran ketika Gubernur Banten memperoleh penghargaan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, pada peringatan hari koperasi yang telah lewat.

“Saya memang kecewa. Begitu saya tanya ini itu, petugas yang jaga di sana tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Bahkan, saya lihat situasi di sana tidak seperti UKM Center di wilayah lain,” ujarnya dengan muka agak kecewa.

Buka itu saja, pria yang hobi motret itu, berseloroh, “Bagaimana mau kita jual kepada wisatawan luar Banten, bila kondisinya seperti itu?”

Menurut Arifin, keberadaan UKM Center seolah hanya menggugurkan kewajiban birokrat yang terkait dalam melaksanakan program-programnya. Masalah capaian maupun target yang diinginkan menjadi nomor sekian.

Tak jauh berbeda dengan pendapat Arifin, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Serang Jahari, menilai, program-program yang berkait dengan pemberdayaan usaha mikro kecil dan koperasi, hingga detik ini belum maksimal. Masih jauh dari harapan masyarakat pelaku usaha mikro, kecil dan koperasi yang ada di Banten.

Persoalannya, ungkapnya, kepentingan pragmatis proyek masih kental ketimbang capaian program yang ideal. Begitu pun dengan keberadaan UKM Center, masih berkesan sekedar menghabiskan anggaran, dibanding dengan upaya maksimalisasi maksud dan tujuan berdirinya UKM Center.

“Saya masih menilai minus terhadap eksistensi UKM Center Banten. Masih lebih baik gerai UKM yang ada di Kota Cilegon,” ujarnya.

Yang ironis, para pelaku usaha di kawasan Pasar Induk Rawu (PIR) malah banyak yang tidak tahu ihwal UKM Center. Umumnya mereka melihat itu hanya kepentingan Pemerintah Provinsi Banten saja. Kelompok ini, mungkin memaknai gambar Gubernur dan Wakilnya yang terpampang di Ruko yang dikontrak oleh Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten. Soal, segala aktivitas didalamnya mereka terkesan cuek, seolah tidak mau tahu, walaupun sebetulnya keberadaan UKM Center untuk kepentingan mereka juga.

“Saya malah gak paham kang. Itu bukan urusan kami. Yang penting, kami bisa tetap dagang dengan tenang dan mendapat lebih,” ujar salah seorang pedagang di PIR.

Apa yang diungkapkan Arifin, pedagang pasar Rau dan Aktivis HMI tersebut, boleh jadi sebuah kenyataan yang selama ini dikhawatirkan oleh kalangan akademisi yang konsesn dengan perkembangan dan dinamika UMKM di Banten.

Bambang D Suseno misalnya. Jauh sebelum UKM Center Banten berdiri, ia selalu berdiskusi dengan Banten Ekspose, ihwal arah pengembangan UMKM di Banten. Hasil perbincangan itu pula yang akhirnya ia berpendapat perlunya sebuah lembaga pusat informasi Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) di Banten.

Saat itu, Bambang menilai Banten memiliki UMKM yang sangat potensial untuk dikembangkan. Bahkan dengan dukungan sarana dan prasarana yang ada, produk-produk UKM Banten bisa menembus pasar ekspor. Tentunya dengan polesan manajemen dan peningkatan mutu produk. Sementara posisi UKM Center menjadi ujung tombak dalam mempertemukan produsen dengan buyer.

“Saya kira UKM Center, bisa menjadi ujung tombak dalam pengembangan dan pemberdayaan UMKM di Banten. Cuma saja, saya masih belum yakin bisa seideal yang telah digagas,” ujarnya suatu ketika.

Salah seorang birokrat di Kota Serang, mempertanyakan manfaat UKM Center bagi pelaku usaha kecil. Dalam pendapat sumber ini, walaupun lokasi berada di pusat pasar rakyat di Kota Serang, tidak menjamin keberadaan UKM Center bermanfaat bagi pelaku ekonomi kerakyatan. Pasalnya, lebih berkesan pada kepentingan sesaat ketimbang jangkauan ke masa depan.

“bagi saya satu saja, bermanfaat tidak UKM Center itu bagi pelaku usaha kecil. Tanyakan pada mereka,” ungkap birokrat tersebut sewaktu berkunjung ke Banten Ekspose.

Sementara itu pejabat yang berkepentingan di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Banten, Rudiansah, menanggapinya dengan datar. Ia menilai ungkapan-ungkapan tersebut sesuatu hal yang biasa. Bahkan ia memberi informasi kemungkinan UKM Center yang ada digabung dengan yang telah ada di Kota Cilegon.

“Ungkapan itu hal yang wajar. Masyarakat yang mana yang bertanya? Kemungkinan ke depan UKM Center kita gabungkan dengan milik Pemkot Cilegon. Disana tempatnya sangat memungkinkan,” paparnya. (Sofyan, deden_BE)

Read More.. Read more...

151 Ribu RTSPM di Lebak Dapat Raskin

Untuk tahun 2010, Kabupaten Lebak menerima alokasi beras rakyat miskin (raskin –red) sebanyak 23.587.824 kilogram (Kg) yang akan disalurkan lagi kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTSPM) yang berada di Kabupaten Lebak sebanyak 151.204 RTSPM. Hal itu dikatakan Dani, Kasubag Sarana dan Pembinaan Perekonomian Rakyat, Setda Lebak.

Dijelaskan Dani, setiap RTSPM dalam menerima raskin kali ini hanya seberat 13 kg tidak lagi sebanyak 15 Kg, hal ini sudah diatur dari pusat. Namun informasi yang berkembang, setelah dana APBN Perubahan disahkan maka setiap RTSPM akan mendapatkan jatah raskin seperti tahun sebelumnya seberat 15 kg.

Dalam penyaluran raskin, lanjut Dani, masyarakat dapat memantau dan menilai terhadap parameter atau indicator kinerja raskin, diantaranya ada 6 point yakni, tepat waktu, tepat sasaran, tepat administrasi, tepat jumlah, tepat kualitas dan tepat harga. Apabila ke-6 point tersebut tidak terpenuhi maka, masyarakat dapat mengklaim ke pihak-pihak terkait atau ke Bulog.

Masih kata Dani, terjadi penurunan alokasi raskin yakni pada tahun tahun 2009 lalu Kabupaten Lebak mendapat alokasi sebanyak 27 juta kilogram lebih sedangkan pada 2010 sebanyak 23.587.824 Kg. Penurunan tersebut terjadi karena jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Lebak mengalami penurunan.

“Salah satu bukti bahwa Kabupaten Lebak telah berhasil menurunkan jumlah angka kemiskinan yaitu dengan berkurangan atau menurunnya jumlah alokasi raskin yakni pada tahun 2009 lalu, Kabupaten Lebak menerima alokasi raskin sebanyak 27 juta kilogram lebih sedangkan pada tahun 2010 ini menurun menjadi 23.587.824 Kg,” kata Dani saat ditemui Banten Ekspose diruang kerjanya belum lama ini.

Terpisah, Kasi Kesos Kecamatan Cikulur, Rakhmat Danu saat dikonfirmasi Banten Ekspose belum lama ini mengatakan, untuk tahun 2010 alokasi raskin di Kecamatan Cikulur sebanyak 89,024 ton tiap bulannya dengan jumlah RTSPM sebanyak 6.848 yang tersebar di 13 desa yang ada di wilayah Kecamatan Cikulur.

Danu berharap kepada para kepala desa untuk serius dan bertanggung jawab dalam menyerap dan menyalurkan raskin kepada masyarakatnya, agar apa yang telah diprogramkan oleh pemerintah dalam rangka membantu masyarakat miskin dapat berjalan dan suskes.

“Kami berharapa para kepala desa peduli, serius dan bertanggung jawab dalam menyerap dan menyalurkan raskin. Mari kita dukung dan sukseskan program pemerintah dalam upaya membantu masyarakat miskin,” kata Danu. (Sudrajat_BE)

Read More.. Read more...

PT Bara Abadi Rangkasbitung Produksi Briket Kualitas Tinggi

Awalnya hanya untuk mengisi waktu luang dan membantu suami, Hj Wati Rahmawati mencoba terjun menekuni usaha memproduksi briket, yang pada saat itu belum begitu dikenal oleh masyarakat luas. Tapi seiring berjalannya waktu dengan dipicu kenaikkan harga BBM terutama minyak tanah, akhirnya banyak masyarakat yang beralih men¬ggunakan kompor dengan bahan bakar briket.


“Alhamdulillah dengan mesin proses briket dengan kapasitas kecil yaitu 6 ton, sekarang PT Bara Abadi sudah bisa memproduksi 20-25 ton per bulan sesuai dengan pesanan sari konsumen,” ujar Hj Wati Rahmawati, pengelola sekaligus pemilik PT Bara Abadi, produsen briket di Rangkasbitung, ketika ditemui wartawan BE di rumahnya baru-baru ini.

Dikatakan, pengguna briket ini selain masyarakat biasa (rumah tangga) sebagian besar dibeli dan digunakan pabrik atau peternak ayam yang digunakan untuk penghangat/pemanas ternak di perusahaan di wilayah sekitar Banten seperti Tangerang, Serang, Pandeglang dan Rangkasbitung sendiri.

”Kalau dilihat dari keuntungan sebenarnya sangat tipis, karena kami menggunakan bahan briket yaitu batu bara yang berkualitasnya baik yang berasal dari daerah Lebak Selatan, seperti Panggarangan dan sekitarnya. Sebenarnya ada produsen batu bara yang dekat dengan biaya transport relatif lebih murah tapi kualitasnya kurang bagus, yang tentu saja harganya pun lebih murah, tapi briket seperti itu kurang disukai dan diminati konsumen,” paparnya.

PT Bara Abadi, perusahaan yang memproduksi briket mulai beroperasi tahun 2004 yang berlokasi di kp Nyungcung, ds Sukamanah, Rangkasbitung Lebak. Dengan memperkerjakan lima orang karyawan yang berasal dari daerah setempat dan sebelumnya sudah mendapat pelatihan/job training cara pembuatan briket dari dinas terkait, sehingga dijamin hasil produksinya baik dan berkualitas tinggi, ini bisa dibuktikan dengan hasil pembakaran briket yang sangat panas dan tahan lama.

Untuk kedepan lanjutnya, karena sudah ada pesanan atau permintaan dari pabrik garment yang beroperasi di Pandeglang yang minta disediakan briket sebanyak 100 ton/ bulan. Maka kami mau tidak mau harus memperluas dan memperbesar kapasitas mesin, yang tadinya berkapasitas 6 ton diganti dengan yang 10 ton, dan tentu saja dibarengi dengan penambahan karyawan. ”Untuk masalah areal pabrik, luasnya sudah cukup memadai,” pungkas Hj. Wati Rahmawati. (Rustandar_BE)

Read More.. Read more...

suara anda:

ShoutMix chat widget

Pengunjung Ke:

Pengikut

Lorem Ipsum


  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP