Tidak kurang dari 400 hektare areal persawahan di Kabupaten Lebak mengalami kekeringan. Hal itu, dikatakan Kepala bidang (Kabid) Produksi pada Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Dede Supriatna saat ditemui Banten Ekspose diruang kerjanya (4/8).
Namun, dijelaskan Dede, dari 400 hektare lahan pertanian yang mengalami kekeringan tersebut, sebagian sudah mengalami panen, sehingga dampaknya sangat kecil. "Sebagian dari areal persawahan yang keringnya tersebut, sudah panen. Sehingga dampak dari kekeringan itu agak kecil," kata Dede.
Dampak kekeringan persawahan diareal tadah hujan marginal yang masuk dalam dikategorikan krisis hanya terjadi di lahan persawahan seluas 68 hektare, terjadi di dua kecamatan yakni di Kecamatan Warunggunung di Desa Padasuka seluas 45 hektare dan Desa Jagabaya seluas 15 hektare serta di Kecamatan Maja, di Desa Mekarsari seluas 8 hektare. Diareal persawahan di dua kecamatan tersebut, lanjut Dede, akan terjadi penurunan hasil produksi, karena diareal persawahan tersebut merupakan areal tadah hujan marginal yakni, areal yang benar-benar mengadalkan air dari curah hujan.
Upaya yang telah dilakukan dalam hal ini, kata Dede, pihaknya pada bulan Mei lalu telah mengeluarkan surat edaran pemberitahuan kepada setiap Kepala UPT disetiap kecamatan yang isi suratnya, agar dilahan-lahan tersebut agar tidak dilakukan kegiatan penanaman, karena ada signal dari BMG bahwa akan terjadi musim kemarau dan bagi lokasi-lokasi yang terdapat pompanisasi untuk segera dioptimalkan pengoperasiannya agar daerah tersebut dapat terselamatkan.
Kedepan, lanjut Dede lagi, pihaknya akan memulai system tanam gogo ranca pada areal lahan tadah hujan marginal, dimaksudkan agar pada musim tanam kedua dapat menghasilkan hasil yang baik sesuai harapan.
Ancaman Gagal Panen
Sementara itu memasuki musim kemarau, di Lebak Selatan puluhan hektare sawah di terancam gagal panen akibat kekeringan. Ancaman gagal panen yang selalu menghantui para petani ini selalu menjadi momok yang menakutkan dikala musim kemarau tiba. Lantas apa saja upaya pemerintah untuk mengatasi 'musibah' tahunan ini?
Sigit petani asal Desa Darmasari Kecamatan Bayah, hanya bisa tertunduk lesu meratapi tanaman padi miliknya yang kini kekeringan. Padahal usia tanaman padinya sudah mendekati masa panen.
"Hampir semua tanaman padi saya tidak bisa dipanen," keluh Sigit menahan sedih.
Menurut Sigit, sawah miliknya saat ini masih mengandalkan air hujan (Sawah tadah hujan) sehingga dalam satu tahun hanya bisa satu kali panen itupun jika tidak diserang hama.
"Rasanya sulit untuk bisa 2 kali panen, karena tidak adanya pengairan yang teratur (irigasi, Red)," katanya.
Nasib serupa dialami pula oleh Hendi petani asal Desa Sawarna Kecamatan Bayah, nasib Hendi lebih tragis lagi. Pasalnya, 1 hektar tanaman padi miliknya terancam gagal panen. Hendi mengaku akibat kekeringan ini ia mengalami kerugian materi yang tidak sedikit.
Menurut Hendi, kekeringan ini bukan hanya diakibatkan oleh factor musim saja, tetapi factor system pengairan pun cukup berpengaruh. Karena, jika system pengairanya baik kekeringan ini bisa diatasi. "Banyak Daerah yang sistem pengairannya baik bisa panen 2 hingga 3 kali dalam setahun," katanya.
Untuk itu, Hendi dan petani lainnya meminta kepada Pemerintah untuk mencari multisolusi mengatasi persoalan ini. Karena jika tidak segera diatasi khawatir akan berdampak terhadap kelangsungan hidup para petani.
"Pemerintah harus segera mencari multisolusi agar permasalan klasik ini segera bisa ditangani. Karena jika tidak akan berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup para petani," urai Hendi.
Sementara UPT Pertanian Kecamatan Bayah Ian Sopiyan membenarkan, jika areal pesawahan di wilayahnya banyak yang terancam gagal panen.
"Laporan yang baru saya terima baru ada 19 hektar sawah di dua desa yang dilaporkan terancam gagal panen," kata Ian kepada Banten Ekspose baru-baru ini.
Dijelaskan, sawah yang kini terancam panen umumnya sawah yang usia tanamnya baru menginjak umur tanam 2-3 bulan. Serta kebanyakan varietas padi Ciherang atau f 4.
Lanjutnya, musim kemarau ini sangat mempengaruhi hasil panen, biasanya lanjut Ian, untuk satu kali panen untuk satu hektar bisa menghasilkan 5,8 ton gabah kering giling.
"Namun, pada musim kemarau ini dipastikan hasil panen akan berkurang karena banyak sawah yang mengalami gagal panen," ujarnya.
"Laporan awal musim saja sudah banyak yang mengalami gagal panen, apalagi 3-4 bulan kedepan," sambung Ian.
Sebenarnya, gagal panen akibat pergantian musim ini (kemarau, red) bisa diminimalisir yaitu dengan cara pompanisasi terutama bagi areal pesawahan yang dekat dengan sungai.
Selain pompanisasi, langkah-langkah untuk meminimalisir gagal panen pihaknya sudah melakukan pembinaan terhadap kelompok tani yakni dengan melakukan penyuluhan dengan menggalakan program system tanam jajar. "Tujuannya yakni untuk meningkatkan produktivitas agar taraf hidup para petani semakin meningkat," imbuhnya.
Selain itu rencananya, pihaknya bekerjasama dengan Pusdatin akan melakukan pengembangan varietas padi unggulan. "Mudah-mudahan dalam waktu dekat rencana kami sudah bisa terlaksana," tandasnya.
Pantauan Banten Ekspose hal serupa (kekeringan, Red) dialami di sejumlah areal pesawahan di beberapa Kecamatan di Baksel. Di Kecamatan Panggarangan, Cibeber dan Cilograng dilaporkan puluhan hektar sawah produksi terancam gagal panen.
"Saat ini baru ada beberapa desa yang melaporkan adanya ancaman gagal panen akibat kekeringan," kata UPT Pertanian Kecamatan Cilograng Dedi. (yudha/sudrajat_Banten Ekspose)
Read More..
Read more...