April 03, 2010

Pemkot Serang Kelimpungan

Pajak & Retribusi Bakal Digenjot?

Pemekaran wilayah –apapun alasannya, sejatinya bisa meningkatkan perekonomian masyarakat, yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan, bukan membebaninya. Namun, bagaimana jadinya ketika sebuah daerah dimekarkan, ternyata malah berjalan tertatih-tatih. Sekedar menutupi biaya operasional saja kelimpungan. Sudah bisa ditebak rakyat pun bakal terbebani. Akankah sektor pajak dan retribusi dinaikkan?
Mutiara dalam Lumpur, ungkapan itu layak disematkan ke Kota Serang. Betapa tidak, Kota Serang sebagai ibukota dan etalase Provinsi Banten, bak sebuah mesin uang. Sektor perekonomian (perbankan, lembaga keuangan, mall), sektor jasa (perhotelan, rumah makan, dan rumah sakit), serta sektor pendidikan (perguruan tinggi negeri dan swasta) semua bertumpu di Kota Serang. Tapi ironis, di tahun pertama, tak ada tangan-tangan yang mau menggosok Kota Serang supaya lekas tampak mutiaranya.

Kota Serang justru terpuruk. Para pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Kota Serang hanya terbayar gaji pokoknya, tanpa tunjangan daerah atau Tunjangan Prestasi Pegawai. Bahkan untuk fasilitas umum saja seperti Penerangan Jalan Umum (PJU), Pemkot Serang sampai menunggak Rp 1,9 milyar ke PLN. Sehingga beberapa tempat di Kota Serang kala malam tampak gelap-gulita sampai April 2010.

Di sektor kebersihan saja, ada istilah Kota Serang menjadi ‘pembantu’ orang-orang Pemkab Serang. Dalam arti orang-orang Pemkab Serang (dari eksekutif sampai PNS-nya) masih banyak yang berdomisili di Kota Serang, sedangkan sampah mereka dibuang dan dibersihkan oleh Dinas Kebersihan Kota Serang yang fasilitasnya sangat minim.

Untuk menutupi segala kebutuhannya, Kota Serang belum punya banyak sumber dana, selain dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Perimbangan, dan pendapatan asli daerah (PAD). Anggaran yang diperoleh dari 4 sumber tersebut masih jauh dari kebutuhan, besar pasak daripada tiang.

Julukan “Kota Serang lake picise” (Kota Serang tak ada uangnya, red) menjadi sindiran yang banyak dilemparkan oleh para PNS Pemkab Serang sebagai kabupaten induknya dan itu diterima dengan lapang dada oleh para PNS Kota Serang. Di level petugas Satpol PP saja, banyak Satpol PP Pemkab Serang yang semula diperbantukan ke Kota Serang minta balik lagi ke kabupaten induk Pemkab Serang.

Sebuah ironi tengah terjadi di Kota Serang. Kota yang dipimpin oleh pasangan Walikota dan Wakilnya, Bunyamin dan Chairul Zaman, ternyata sampai saat ini masih tenggelam dan memunculkan sejumlah pertanyaan. Masyarakat awam menukas, “mengeluarkan uang milyaran rupiah untuk memenangkan pemilihan walikota bisa, masa untuk membayar listrik PJU saja tak punya uang?”. Masyarakat memang berpikir realitas saja.

Tak hanya sebatas itu, kejanggalan juga terlihat dari sikap Pemprov Banten. Sebagai etalase Provinsi Banten, seharusnya Kota Serang mendapat perhatian dan bantuan lebih besar dibanding kabupaten/kota lain. Kenyatannya, bantuan Pemprov Banten terhadap Kota Serang sama dengan bantuan untuk kabupaten/kota lain di Banten.

Penyerahan Aset Lambat
Kondisi Kota Serang saat ini sebenarnya tak terlepas dari lambatnya penyerahan aset-aset dari Pemkab Serang, terutama aset-aset yang menghasilkan PAD. Pemkab Serang lebih dulu menyerahkan aset-aset yang tak menghasilkan PAD bulan Januari 2009, seperti stadion, dan alun-alun. Aset ini justru hanya menambah beban anggaran Kota Serang untuk memeliharanya.
Sedangkan aset-aset Pemkab yang menghasilkan PAD, seperti Pasar Rau dan Terminal (Pakupatan), baru diserahkan pada pertengahan tahun yakni Juni 2009. Sehingga ketika Provinsi Banten hendak memberi bantuan penataan terminal misalnya, Pemkot Serang kebingungan bagaimana menerima dan mempergunakan anggaran tersebut, sebab sebelum ada penyerahan tentu belum ada coring penggunaan anggaran tersebut.

Satu lagi aset sumber PAD yang masih didekap Pemkab Serang, yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Serang. Aset yang menghasilkan PAD milyaran rupiah per tahun ini konon baru akan diserahkan Pemkab Serang empat tahun lagi. Alasannya, diplomatis sekali, sebagaimana diatur dalam UU, bahwa penyerahan aset dilakukan maksimal lima tahun. Dengan demikian, Pemkab Serang bisa tetap meraup PAD-nya sampai 4 tahun ke depan.

“Kita jangan mempertanyakan kenapa aset berpenghasilan PAD tidak segera diserahkan ke Kota Serang, semuanya sudah ada peraturannya, penyerahan aset kan bisa dilakukan maksimal lima tahun. Toh kalau bicara berpenghasilan PAD atau bukan, aset-aset seperti Pasar Rau dan Terminal juga sudah diserahkan ke Kota. Retribusi reklame yang jumlahnya ribuan titik di Kota Serang juga sudah diserahkan,” kata Ketua DPRD Serang Fahmi Hakim kepada Banten Ekspose, Senin (21/12).

Pemkab Serang memang tampak mendukung dalam birokrasi seperti mempermudah dan mendukung pembentukan Kota Serang. Bahkan dalam menjalankan roda pemerintahan, Pemkab Serang pun memperbantukan sebagian PNS-nya ke Kota Serang. Tapi untuk memberikan aset berharga, nanti dulu. Pemkab Serang pun harus membuat dan mencari penggantinya terlebih dahulu.

Retribusi & Pajak Digenjot
Apa boleh buat, untuk menghidupi diri sendiri, aparatur pemerintah Kota Serang akhirnya harus memeras otak mencari pendapatan sebesar-besarnya. Salah satu ide yang terbetik dalam aparatur tersebut tak lain menaikkan pajak dan retribusi.

Hal itu sempat dicetuskan oleh Sekda Kota Serang H. Sulhi Chair ketika menjelaskan upaya melunasi tunggakan listrik kepada manajer PLN Distribusi Jawa Barat-Banten di gedung DPRD Kota Serang, Selasa (8/12). “Kami akan melunasi tunggakan PJU kepada PLN dengan cara mencicil mulai Januari 2010. Untuk memperoleh anggaran tersebut, kami akan menempuh berbagai cara, salah satunya menaikkan retribusi dan pajak dari masyarakat,” kata Sulhi.

Rencana menaikkan retribusi dan pajak itu pun sudah disosialisasikan ke berbagai dinas dan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) di Kota Serang. Dinas Pasar misalnya akan menaikkan pajak kios dan los-los di berbagai pasar yang ada di Kota. Dinas Pemuda dan Olahraga, Pariwisata dan Budaya juga akan menaikkan retribusi perhotelan dan rumah makan. Bahkan warung-warung kaki lima seperti warteg, salon, tukang pangkas rambut pun –yang selama ini belum ada standar retribusi- akan mulai diatur pungutan retribusinya. UPTD Parkir Dinas Perhubungan juga akan menaikkan retribusi parkir sesuai jenis kendaraan.

Memprihatinkan memang, sejak dibentuknya Kota Serang bukannya terjadi perubahan ke arah positif justru malah pemerintahan Kota Serang cenderung terpuruk. Lebih parah lagi, masyarakat hanya menjadi objek sasaran penggalian sumber dana. Iklim yang mengerikan tentunya buat para ‘investor’. Bisa jadi investor yang ada sekarang pun sudah ancang-ancang untuk kabur dari Kota Serang.

Sumber Banten Ekspose di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Serang mengungkapkan, Kota Serang saat ini “tak punya uang” untuk membangun apapun, malah di berbagai sektor masih mengalami defisit (kekurangan) anggaran. Contohnya dalam membayar rekening PJU.

Sekretaris DPKAD Kota Serang Dudung BP, ketika dikonfirmasi Banten Ekspose mengungkapkan, biaya pemakaian listrik untuk PJU Kota Serang per bulan mencapai Rp 600 juta. Sedangkan pendapatan pajak dari masyarakat yang dikenakan kepada setiap KWH rumah tangga sesuai tingkatannya hanya mencapai Rp 300 juta.

Dudung menyadari masyarakat mungkin hanya berpikir realitas, bahwa mereka sudah dipungut pajak. Tapi, kok sejak menjadi Kota Serang, PJU malah mati dan kota pun menjadi gelap gulita. “Saya tidak menutup-nutupi kondisi keuangan Pemkot. Justru masyarakat harus tahu agar bisa memahami kondisi sebenarnya. Memang benar masyarakat sudah dipungut pajak PJU, tapi sebenarnya itu tidak cukup untuk satu tahun,” kata Dudung.

Menurut Dudung, PJU yang ada di Kota Serang sebenarnya bukan hanya milik Kota Serang, tapi ada juga lampu-lampu milik Provinsi Banten yang harus ditanggung Kota Serang karena berada di wilayah teritorial Kota Serang. Karena itu Pemkot pun berupaya meminta Pemprov Banten untuk sharing dalam membiayai PJU.

‘Katak Dalam Tempurung’
Konsep mengatasi masalah pembangunan dengan menggenjot pajak dan retribusi dari masyarakat tersebut dicibir kalangan akademisi.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Prima Graha Serang Isbandi misalnya, mempertanyakan konsep pembangunan dan pengembangan Kota Serang yang dimiliki aparatur pemerintah Kota Serang.

”Kalau setiap ada masalah diatasi dengan menggenjot pajak dan retribusi dari masyarakat, masyarakat bisa menuntut para pemimpin yang telah mereka pilih. Investor juga bisa pada kabur dari Serang,” kata Isbandi kepada Banten Ekspose, Senin (14/12).

Menurut Isbandi, masyarakat bisa balik menuntut para pemimpin yang telah mereka pilih. “Waktu pemilihan mereka bisa mengeluarkan uang sampai 10 milyar misalnya demi memenangkan pemilihan, masa utang Rp 1,9 milyar saja tidak bisa membayar,” tukas Isbandi.

Menaikkan pajak dan retribusi pun, kata Isbandi, tidak bisa semena-mena dilakukan. Ada peraturannya. ”Harus dibuatkan Perda terlebih dahulu. Kalau tidak ada peraturannya, pemerintah bisa dikenakan sanksi sesuai UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah,” tegas Isbandi.

Melihat konsep yang dangkal itu, Isbandi menelaah, para pemimpin Kota Serang yang telah dipilih masyarakat ternyata tidak punya konsep enterpreneur pengembangan dan pembangunan Kota Serang. ”Pemimpin Kota Serang mau mengembangkan Kota Serang hanya berpatokan pada PAD, itu sih seperti Katak Dalam Tempurung,” tegas Isbandi.

Selayaknya, kata Isbandi, para pemimpin Kota Serang menerapkan konsep enterpreneur pembangunan. Enterpreneur jangan diartikan mendirikan usaha saja. Tetapi bagaimana mengembangkan dan membangun Kota Serang dari potensi yang ada. Misalnya membangun pola kemitraan. Para pemimpin Kota Serang harus berpikir secara holistik, menyeluruh, mau dibagaimanakan Kota Serang ini.

“Kalau mau dijadikan Kota Modern, pengertian modernnya seperti apa? Kumpulkan semua aparatur pemerintah Kota Serang agar satu visi tentang makna Kota Modern itu. Kalau sudah ketemu, cari stakeholder yang berkaitan dan mendukung visi tersebut. Masyarakat yang punya lahan misalnya, jangan digusur, tapi diajak kerjasama membangun apa yang hasilnya bisa dipetik bersama, ” ungkap Isbandi panjang lebar.

Dalam kacamata Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Banten tersebut, sebagai ibukota Provinsi Banten, Kota Serang sesungguhnya berada dalam posisi strategis sebagai kota administratif, kota yang dijadikan sebagai pusat pelayanan admistrasi oleh semua pihak yang berkepentingan ke Provinsi Banten.

”Semua orang dari manapun yang bertujuan ke Provinsi pasti singgahnya di Kota Serang. Maka di Kota Serang bisa dibangun fasilitas yang mendukung kebutuhan administrasi tersebut, maupun tujuan bisnis ke Banten. Misalnya bangun lembaga-lembaga keuangan, perhotelan untuk menampung para tamu dari luar, menyediakan tempat pertemuan dan fasilitas umum lainnya,” kata Isbandi.

Sebagai contoh Bandung ibukota Jawa Barat. Semua pihak yang berkepentingan ke Pemda Jawa Barat pasti singgah ke Bandung karena semua kebutuhan administratif, bisnis dan jasa ada di sana. Begitu juga Kota Serang seharusnya menyediakan semua kebutuhan administratif, bisnis, dan jasa untuk masyarakat yang berkepentingan ke Provinsi Banten

Dari mana sumber dananya? Pemkot Serang bisa menjalin kemitraan dengan kabupaten yang ada di sekitarnya, seperti Kabupaten Serang atau Pandeglang untuk membangun dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Atau Pemkot Serang bisa meminjam dana dari Bank Dunia untuk membangun fasilitas umum dengan sistem hak guna pakai sehingga beberapa tahun ke depan menjadi hak milik Kota Serang.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Cabang Lembaga Pendidikan Primagama Kota Serang, Agus Tiryana. Menurutnya, mencari PAD dengan menggenjot kenaikan pajak atau retribusi dari masyarakat saja bukan langkah yang kreatif.

”Sebagai warga, masyarakat dari kalangan manapun pasti pasrah saja. Kalau memang pajak mau dinaikkan, kami pun hanya bisa mengikuti. Tapi sebaiknya, pemerintah mencari dana tidak dengan cara itu saja. Harus lebih kreatif lagi, dong,” kata Agus kepada Banten Ekspose.

Kota Serang yang baru berusia 1 tahun memang sedang mengalami ujian berat. Selain tidak berdaya memenuhi kebutuhannya sendiri, juga pemimpinnya Walikota Serang H. Bunyamin sedang sakit hampir 3 bulan dan kemungkinan tidak begitu aktif dalam menjalankan roda pemerintahan Kota Serang.

Dalam visi awal pasangan Bunyamin dan Chairul Zaman, Kota Serang ini diproyeksikan menjadi Kota Pendidikan, Pusat Perdagangan dan Jasa. Karena itu pembangunan di Kota Serang lebih didominasi pembangunan ekonomi. Pembangunan Carefour di Ciceri Serang, konon salah satu upaya mewujudkan visi sebagai Kota Perdagangan dan Jasa.

Kehadiran Carefour diyakini tidak akan membunuh pedagang kecil di sekitarnya karena masyarakat juga terdiri dari berbagai tingkatan. Istilahnya, kelas pembeli rokok setengah bungkus tidak mungkin ke Carefour, pasti tetap mencari kios rokok yang ada. Padahal tanpa disadari, kehadiran Carefour telah mengacak-acak pedagang kaki lima (bakso, sate, buah-buahan dll) yang telah bertahun-tahun menempati lokasi tersebut. Mereka terpinggirkan, omzet mereka menjadi berkurang karena pindah tempat.

Pemerintah Kota Serang sebenarnya bisa merekomendasikan pembangunan Carefour di daerah yang masih kosong untuk pusat perdagangan baru. Walantaka, misalnya. Jangan karena pihak investor tak mau diarahkan ke pinggiran, maka pedagang kecil yang dikorbankan. Dari sini saja terlihat pembangunan Kota Serang lebih berpihak pada investor besar. Seperti juga konsep pembangunan di kota lain, di mana yang besar makin besar dan yang kecil makin kerdil.

Kelanjutan Kota Serang saat ini tentu bertumpu pada wakil walikota Chairul Zaman. Tetapi wakil walikota sendiri hingga saat ini belum terdengar actionnya untuk membuat terobosan-terobosan pembangunan Kota Serang. Lalu bagaimana nasib Kota Serang ke depan? Akankah semakin terpuruk? Kita tunggu saja seiring perjalanan waktu: adakah seseorang yang muncul sebagai pahlawan atau justru seperti kata pepatah, ”sudah jatuh, tertimpa tangga, tersiram air pula.” (Aan/Joe).

0 komentar:

suara anda:

ShoutMix chat widget

Pengunjung Ke:

Pengikut

Lorem Ipsum


  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP